Jiwa yang meledak-ledak seakan amunisi mengisi penuh pembuluh darah dengan gaung bisikan amarah,
butuh pengarah bidik, dan akupanas, aku mendidih, tak lagi bisa menahan pedih getih amukan limbah pongahku, atau apakah ini, Tuhanku ?
Jiwa yang dirahmati, kebebasan yang dinikmat.
Tentu saja tak seperti majnun psikosis berlarian telanjang di lapangan siang terik, bukan seperti demonstran membakar ban di sibuk kendara jalan, bukan seperti kortunis dan kolumnis ngawur yang lepas kendali atas nama kebebasan suara atau pendapat, bukan bebas dikerangkeng logika tapi oleng dari tolak ukur-Mu. Mereka menolak-Mu dengan ukuran logika kausa, karena Kau tak ilmiah!
Tuhan hanya hadiah dari (ilusi) keimanan.
Maka Engkau.
Karena aku.
butuh pengarah bidik, dan akupanas, aku mendidih, tak lagi bisa menahan pedih getih amukan limbah pongahku, atau apakah ini, Tuhanku ?
Jiwa yang dirahmati, kebebasan yang dinikmat.
Tentu saja tak seperti majnun psikosis berlarian telanjang di lapangan siang terik, bukan seperti demonstran membakar ban di sibuk kendara jalan, bukan seperti kortunis dan kolumnis ngawur yang lepas kendali atas nama kebebasan suara atau pendapat, bukan bebas dikerangkeng logika tapi oleng dari tolak ukur-Mu. Mereka menolak-Mu dengan ukuran logika kausa, karena Kau tak ilmiah!
Tuhan hanya hadiah dari (ilusi) keimanan.
Maka Engkau.
Karena aku.
Betapa sombongnya
Jiwa yang meledak-ledak seakan amunisi mengisi penuh pembuluh darah dengan gaung bisikan amarah,
butuh pengarah bidik, dan akupanas, aku mendidih, tak lagi bisa menahan pedih getih amukan limbah pongahku, atau apakah ini, Tuhanku ?
Jiwa yang dirahmati, kebebasan yang dinikmat.
Tentu saja tak seperti majnun psikosis berlarian telanjang di lapangan siang terik, bukan seperti demonstran membakar ban di sibuk kendara jalan, bukan seperti kortunis dan kolumnis ngawur yang lepas kendali atas nama kebebasan suara atau pendapat, bukan bebas dikerangkeng logika tapi oleng dari tolak ukur-Mu. Mereka menolak-Mu dengan ukuran logika kausa, karena Kau tak ilmiah!
Tuhan hanya hadiah dari (ilusi) keimanan.
Maka Engkau.
Karena aku.
butuh pengarah bidik, dan akupanas, aku mendidih, tak lagi bisa menahan pedih getih amukan limbah pongahku, atau apakah ini, Tuhanku ?
Jiwa yang dirahmati, kebebasan yang dinikmat.
Tentu saja tak seperti majnun psikosis berlarian telanjang di lapangan siang terik, bukan seperti demonstran membakar ban di sibuk kendara jalan, bukan seperti kortunis dan kolumnis ngawur yang lepas kendali atas nama kebebasan suara atau pendapat, bukan bebas dikerangkeng logika tapi oleng dari tolak ukur-Mu. Mereka menolak-Mu dengan ukuran logika kausa, karena Kau tak ilmiah!
Tuhan hanya hadiah dari (ilusi) keimanan.
Maka Engkau.
Karena aku.