A. Pengertian Konseling Kelompok
Winkel ( dikutip dari Lubis, 2009 ) menjelaskan konseling kelompok merupakan pelaksanaan proses konseling yang dilakukan antara seorang konselor professional dan beberapa klien sekaligus dalam kelompok kecil.
Konseling kelompok merupakan hubungan antara beberapa konselor dan beberapa klien yang berfokus pada pemikiran dan tingkah laku yang disadari ( dikutip dari Latipun, 2001).
Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Masalah yang dibahas adalah masalah-masalah yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok (Asmani, 2010: 116).
B. Tujuan Konseling Kelompok
Sukardi (2008:68) Tujuan konseling kelompok, meliputi:
1. Melatih anggota Kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak.
2. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebanyanya.
3. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok.
4. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok.
George dan Cristiani ( dikutip dari Latipun, 2001) mengatakan bahwa tujuan konseling kelompok sebagai upaya untuk membantu klien dalam pemecahan masalahnya.
Menurut Mungin tujuan konseling kelompok meliputi:
1. Membantu individu di dalam proses sosialisasi.
2. Membantu individu di dalam penginkatan sensitivitas.
3. Membantu individu di dalam memperoleh pemahaman diri.
4. Membantu individu di dalam meningkatkan ketrampilan interpersonal.
5. Membantu individu di dalam memperoleh pemahaman yang luas terhadap factor-faktor sosial yang memperngaruhi perkembangan kepribadiannya.
6. Membantu individu di dalam memperoleh pandangan yang luas tentang dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.
7. Membantu individu di dalam mengendorkan ketengangan-ketegangan dan atau frustasi-frustasi, kecemasan, perasaan berdosa, dan sebagainya.
8. Membantu individu agar dapat memperoleh penerimaan yang objektif tentang pikiran-pikirannya, perasaan-perasaannya serta motif-motifnya.
9. Mambantu individu untuk mendiskusikan masalah-masalah pribadinya dan memecahkannya dengan caranya sendiri.
10. Membantu individu di dalam memperkecil kegagalan, memperbaiki kebiasaan kerja dan memperbaiki tingkah laku.
C. Asas Konseling Kelompok
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban penuh memlihara dan menjaga semua data dan keterangan itu, sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin (Asmani, 2010: 93).
2. Asas Kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli untuk mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut (Asmani, 2010:93).
3. Asas Keterbukaan, dalam konseling klien diharapkan dapat berbicara secara sejujur mungkin dan terbuka tentang dirinya sendiri. Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien menjadi mungkin (Sukardi, 2008:47).
4. Asas Kenormatifan, layanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hokum/Negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan tgerhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tida meyimpang dari norma-norma yang dimasudkan (Sukardi, 2008:50).
Menurut Yusuf (2006 : 22), asas konseling kelompok adalah sebagai berikut:
1. Rahasia, yaitu menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan
2. Sukarela, yaitu menghendaki adanaya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti / menjalani layanan / kegiatan yang diperlukan baginya.
3. Terbuka, yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/ kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura – pura
4. Harmonis (normatif), yaitu menghendaki segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum, dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.
D. Unsur Konseling Kelompok
a. Karakteristik Konseli (Anggota Kelompok) (dikutip dari Lubis, 2009)
1) Klien yang merasa bahwa mereka perlu berbagai sesuatu dengan orang lain di mana mereka dapat membicarakan tentang kebimbangan, nilai hidup, dan masalah yang dihadapi.
2) Klien yang memerlukan dukungan dari teman senasib sehingga dapat saling mengerti.
3) Klien yang membutuhkan pengalaman dari orang lain untuk memahami dan memotivasi diri.
Menurut Mungin (1986: 26-27) Karateristik Konselor (Pemimpin Kelompok) yaitu:
1) Membantu kelompok menciptakan suasana persahabatan, dimana para anggota kelompok dapat mengadakan eksplorasi masalah dan menciptakan hubungan baik.
2) Memberikan bantuan, pengarahan atau campur tangan langsung terhadap kegiatan konseling kelompok.
3) Memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu baik perasaan anggota-anggota tertentu, maupun keseluruhan kelompok.
4) Bila kelompok itu tampaknya kurang menjurus kea rah yang dimaksudkan maka konselor perlu memberikan arah yang dimaksud.
5) Konselor perlu juga memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok.
6) Konselor harus mampu mengatur “lalu lintas” kegiatan kelompok, sebagai pemegang aturan permainan (wasit), pendamai, dan pendorong kerja sama serta suasana kebersamaan
7) Konselor harus menjaga agar dalam kelompok tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, merusak ataupun menyakiti anggota kelompok.
8) Mendorong hubungan antara anggota kelompok agar terjadi adanya saling menerima, memahami, membantu dan identifikasi diri.
9) Membantu anggota kelompok mengekpresikan perasaan-perasaan membantu memahami apa diekpresikan anggota kelompok.
Menurut Prayitno (2004: 4) Karakteristik Pemimpin kelompok yaitu:
1) Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan kenyamanan, menggembirakan, dan membahagiakan; serta mencapai tujuan bersama kelompok. Dalam suasana demikian itu, obyektifitas dan ketajaman analisis serta evaluasi kritis yang berorientasi nilai-nilai kebenaran dan moral dikembangkan melalui sikap dan cara-cara berkomunikasi yang jelas dan lugas tetapi santun dan bertatakrama, dengan bahasa yang baik dan benar.
2) Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasa yang tumbuh dalam aktifitas kelompok.
3) Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan nyaman, sabar dan member kesempatan, demokratik dan kompromistik (tidak antagonistic) dalam mengambil kesimpilan dan keputusan, tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin dan kerja keras.
E. Prosedur Konseling Kelompok
Dalam proses konseling kelompok ada tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian inti, dan bagian akhir (Mungin, 1986: 30-33),
1. Pendahuluan atau permulaan konseling kelompok:
Pada tahap pendahuluan atau permulaan konseling kelompok konselor hendaknya:
a. Menciptakan hubungan baik antara konselor dengan konseli dan antara konseli dengan konseli lainnya dalam kelompok.
b. Menjelaskan tujuan khusus pertemuan dalam konseling kelompok
c. Mengembangkan suasana therapeutic sampai para anggota kelompok merasa sesuai dan senang.
d. Menjelaskan bawa keikutsertaan dalam kelompok itu adalah sukarela.
e. Menjelaskan tentang apa-apa yang diharapkan dari para anggota, suasana khusus yang dapat terjadi dalam kelompok dan peranan serta cara-cara yang akan dilakukan oleh konselor.
f. Menjelaskan bahwa anggota kelompok bebas menanggapi hal-hal yang disampaikan atau menolak saran-saran yang diberikan anggota lain.
g. Menjelaskan bahwa hasil kegiatan kelompok tidak mengikat pada anggota kelompok dalam kehidupan mereka diluar kelompok.
h. Menjelaskan bahwa segala yang terjadi dan menjadi isi dariu kegiatan elompok sifatnya rahasia.
i. Menjelaskan bahwa anggota kelompok diharapkan untuk mengemukakan pendapat dan isi hatinya secara terbuka dan bebas.
j. Menjelaskan bahwa para anggota kelompok perlu mempunyai kesiapan untuk membebaskan diri pada rasa enggan dan sikap mempertahankan diri.
k. Menjelaskan bahwa para anggota kelompok perlu memiliki kesiapan untuk dapat menerima tanggapan yang mendalam dan lebih menyentuh tentang tingkah lakunya.
l. Menjelaskan bahawa para anggota kelompok perlu memiliki kesiapan untuk mendiskusikan tingkah laku yang secara sosial tidak dibenarkan.
m. Menjelaskan bahwa diperlukan adanya kesiapan anggotan kelompok untuk menyelesaikan masalahnya melalui kegiatan kelompok.
n. Menjelaskan bahwa diperlukan adanya keterlibatan secara sungguh-sungguh.
o. Mejelaskan bahwa diperlukan adanya kejujuran, kebersamaan, penerimaan dari masing-masing anggota kelompok.
p. Menjelaskan bahwa diperlukan adanya kejujuran, kebersamaan, penerimaan dari masing-masing anggota kelompok.
2. Inti Konseling Kelompok
a. Bila anggota kelompok telah memahami tentang tujuan dari konseling kelompok, serta hal-hal yang harus dilakukan oleh para anggota maa dengan sendirinya para anggota akan melakukan aktivitas. Konselor tidak perlu untuk mendesak seorang peserta untuk berbicara tentang masalahnya.
b. Salah seorang anggota mungkin akan memulai pembicaraan dan menceritakan masalahnya sendiri.
c. Konselor membantu mendorong interaksi dengan pertanyaan yang sederhana.
d. Beberapa anggota mulai mengadakan tanggapan lebih lanjut akan mengemukakan problemnya sendiri pada yang lain (kelompok).
e. Konselor secara terus menerus memelihara suasana yang permissive, mendorong relationship dalam kelompok sehingga memungkinkan masing-masing anggota kelompok secara bergantian akan mendorong dan merangsang satu dengan yang lainnya.
f. Konselor tidak boleh mendominasi kelompok tetapi juga tidak boleh sebagai penonton yang pasif. Konselor berpartisipasi secara aktif dengan jalan mendengarkan baik-baik, memahami dan menerima, pada saatnya menjelaskan atau mensintesiskan perasaanp-perasaan yang diekspresikan, membantu anggota mengekspresikan perasaan-perasaan, membantu kelompok memahami apa yang diekspresikan anggota.
g. Mendorong hubungan antara anggota dengan meliputi saling menerima, memahami, membantu, mengidentifikasi dan sebagainya.
h. Konselor terlibat dari isi yang di bicarakan dan terlibat dalam proses kegiatan itu sendiri.
3. Akhir Konseling Kelompok
a. Menyimpulkan hasil pertemuan kelompok
b. Menetapkan terhadap hasil yang telah diperoleh dalam pertemuan kelompok
c. Penilaian hasil upaya yang telah diperoleh
d. Menetapkan pertemuan berikutnya (bila dianggap masih perlu)
e. Menghentikan pertemuan atas kehendak bersama dengan tetap menjaga hubungan baik.
Corey dan Yalom (dikutip dari Latipun, 2001) tahapan dalam konseling kelompok ada 6 tahapan yaitu:
a. Tahap Prakonseling
1. Dianggap sebagai tahap persiapan pembentukan kelompok
2. Menyeleksi klien menurut pertimbangan homogenitas.
3. Menawarkan program yang dapat di jalankan untuk mencapai tujuan.
4. Menekankan ke konseli untuk ikut berpartisipasi dalam keanggotaanya di dalam kelompok
b. Tahap Permulaan
1. Pembentukan struktur kelompok
2. Kembali menegaskan tujuan yang harus dicapai dalam konseling kelompok.
3. Mengarahkan konseli untuk memperkenalkan diri mereka masing-masing.
c. Tahap Transisi
1. Menjelaskan masalah pribadi yang hendaknya dikemukakan oleh anggota kelompok
2. Konselor mengontrol dan mengarahkan anggota kelompok agar siap untuk masuk ke tahap selanjutnya.
d. Tahap Kerja
1. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan anggota kelompok
2. Konselor menjaga keterlibatan dan kebersamaan anggota kelompok secara aktif.
e. Tahap Akhir
1. Anggota kelompok mulai mencoba perilaku baru yang telah mereka pelajari dan dapatkan dari kelompok.
2. Masing-masing Anggota kelompok diharapkan melakukan umpan balik
3. Mengakhiri konseling kelompok.
f. Tahap Pasca-Konseling
1. Melakukan Evaluasi
Menurut Natawidjaja (2009 : 117) tahap – tahap konseling kelompok yaitu:
1. Tahap awal
Tahap awal konseling kelompok merupakan tahap memperkenalkan, melibatkan dan memasukkan anggota ke dalam kehidupan suatu kelompok. Menurut Yallom (dalam Natawidjaja, 2009 : 117), ada dua tugas yang dihadapkan kepada kelompok konseli yang baru dibentuk, yakni 1) menentukkan metode untuk mencapai tugas utamanya, yaitu mencapai tujuan anggota dan 2) memperhatikan hubungan sosialnya dalam kelompok untuk menciptakan tempat bagi mereka sendiri yang akan memberikan bantuan yang diperlukan untuk mencapai tugas utamanya serta juga sebgai kepuasaan tambahan dari kenikmatan sebagai konseli. Tugas utama dan tugas sosial suatu kelompok berbeda dengan kelompok lain.
2. Tahap Pertengahan
Konseling tahap pertengahan meliputi diskusi, saling berbagi pendapat dan pengalaman, dan memecahkan masalah atau mengerjakan tugas – tugas. Tahap pertengahan merupakan tahap inti dari kegiatan kelompok sehingga aspek – aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak. Dan masing – masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari konselor. Kegiatan tahap pertengahan mendpat alokasi waktu yang terbesar dalam keseluruhan kegiatan kelompok. Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dalam kelompok
3. Tahap Akhir
Periode tahap akhir merupakan tahap penutupan konseling kelompok. Bagi konselor kelompok, periode ini merupakan saat perlunya ia merangkum semua yang telah dilakukan pada fase terdahulu (tahap awal dan tahap pertengahan). Pada tahap inilah dilakukan review terhadapa pembahasan yang dilakukan sebelumnya.
F. Dinamika Kelompok dan Permainan Kelompok dalam Konseling Kelompok
Dinamika Kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak, yang berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok (Sukardi, 2008:68).
Permainan Kelompok adalah salah satu kegiatan untuk menimbulkan dinamika kelompok dalam kegiatan konseling kelompok. Syarat permainan kelompok:
1. Memberikan dinamika didalam kelompok.
2. Mampu mengintegrasikan kembali suasana kelompok
3. Memberikan keakraban antar anggota kelompok yang mulanya belum mengenal satu sama lain.
4. Mudah dipahami
Fungsi dari permainan kelompok itu sendiri yaitu, memberikan penyegaran pikiran kembali setelah serius melakukan kegiatan, membentuk dinamika kelompok, dan menambah keakraban anggota kelompok.
G. Pemimpin Kelompok dalam Konseling Kelompok
Konselor sebagai pemimpin kelompok merupakan salah satu komponen peting dalam konseling kelompok. Kepemimpinan kelompok dalam pelaksanaan konseling kelompok sangat penting maknanya. Pemimpin kelompok mempunyai pengaruh yang kuat dalam proses konseling kelompok, bukan saja harus mengarahkan perilaku anggota kelompok sesuai dengan kebutuhan, melainkan harus tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi dalam kelompoknya sebagai akibat dari perkembangan kegiatan kelompok itu. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan tugas, peranan dan fungsinya sebagai pemimpin kelompokk, kepribadian dan keterampilan konselor adalah sentral dalam proses terapeutik, maka semua model teoretis mencurahkan banyak perhatian pada pemimpin kelompok. (Mungin, 2005 : 107).
Pemimpin kelompok adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling professional. Sebagaimana untuk jenis layanan konseling lainnya, Konselor memiliki keterampilan khusus menyelenggarakan konseling kelompok. Dalam konseling kelompok tugas pemimpin kelompok adalah memimpin kelompok yang bernuansa layanan konseling melalui “bahasa” konseling untuk mencapai tujuan-tujuan konseling. Secara khusus, PK diwajibkan menghidupkan dinamika kelompok diantara semua peserta seintensitif mungkin yang mengarah kepada pencapaian tujuan-tujuan umum dan khusus. (Prayitno, 2004 : 4).
Seorang konselor sekolah memimpin suatu kelompok konseling sepenuhnya bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi dalam kelompok itu. Dalam hal ini konselir di institusi pendidikan tidak dapat bersikap lepas tangan dan menyerahkan tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompok sepenuhnya kepada para konseli sendiri. Ini berarti bahwa konselor baik dalam segi yang teoritis maupun segi yang praktis harus mampu bertindak sebagai ketua kelompok diskusi dan sebagai pengatur wawancarakonseling bersama. (Winkel, 2006 : 601).
H. Hasil Perubahan Anggota Kelompok
Konseli secara berangsuran-angsur akan mencobakan sikap ide-idenya yang baik didalam kelompok. Penerimaan dan pengalaman dari perubahan-perubahan sikap yang dicobakan memperkuat motivasi untuk mengadakan perubahan-perubahan pada dirinya. Pengalaman yang diperoleh dalam kelompok akan meningkatkan ketrampilan berkomunikasi dengan orang lain dan akan berkembang hubungan antar pribadi yang secara sejati. Keberanian untuk mencoba memecahkan masalah-masalah pribadi dan konflik-konflik emosional akan dapat berkembang, dan dengan adanya penerimaan dan pengertian dari teman-teman dalam kelompok akan menghasilkan rasa aman rasa bersatu yang akan mendukung proses intropeksi dan ekspresi perasaan yang mendalam. Itu semua adalah merupakan potensi-potensi yang dimiliki konseling kelompok untuk perubahan yang terapeutik (Mungin, 1986: 32).
A. Pengertian Konseling Kelompok
Winkel ( dikutip dari Lubis, 2009 ) menjelaskan konseling kelompok merupakan pelaksanaan proses konseling yang dilakukan antara seorang konselor professional dan beberapa klien sekaligus dalam kelompok kecil.
Konseling kelompok merupakan hubungan antara beberapa konselor dan beberapa klien yang berfokus pada pemikiran dan tingkah laku yang disadari ( dikutip dari Latipun, 2001).
Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Masalah yang dibahas adalah masalah-masalah yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok (Asmani, 2010: 116).
B. Tujuan Konseling Kelompok
Sukardi (2008:68) Tujuan konseling kelompok, meliputi:
1. Melatih anggota Kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak.
2. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebanyanya.
3. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok.
4. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok.
George dan Cristiani ( dikutip dari Latipun, 2001) mengatakan bahwa tujuan konseling kelompok sebagai upaya untuk membantu klien dalam pemecahan masalahnya.
Menurut Mungin tujuan konseling kelompok meliputi:
1. Membantu individu di dalam proses sosialisasi.
2. Membantu individu di dalam penginkatan sensitivitas.
3. Membantu individu di dalam memperoleh pemahaman diri.
4. Membantu individu di dalam meningkatkan ketrampilan interpersonal.
5. Membantu individu di dalam memperoleh pemahaman yang luas terhadap factor-faktor sosial yang memperngaruhi perkembangan kepribadiannya.
6. Membantu individu di dalam memperoleh pandangan yang luas tentang dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.
7. Membantu individu di dalam mengendorkan ketengangan-ketegangan dan atau frustasi-frustasi, kecemasan, perasaan berdosa, dan sebagainya.
8. Membantu individu agar dapat memperoleh penerimaan yang objektif tentang pikiran-pikirannya, perasaan-perasaannya serta motif-motifnya.
9. Mambantu individu untuk mendiskusikan masalah-masalah pribadinya dan memecahkannya dengan caranya sendiri.
10. Membantu individu di dalam memperkecil kegagalan, memperbaiki kebiasaan kerja dan memperbaiki tingkah laku.
C. Asas Konseling Kelompok
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban penuh memlihara dan menjaga semua data dan keterangan itu, sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin (Asmani, 2010: 93).
2. Asas Kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli untuk mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut (Asmani, 2010:93).
3. Asas Keterbukaan, dalam konseling klien diharapkan dapat berbicara secara sejujur mungkin dan terbuka tentang dirinya sendiri. Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien menjadi mungkin (Sukardi, 2008:47).
4. Asas Kenormatifan, layanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hokum/Negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan tgerhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tida meyimpang dari norma-norma yang dimasudkan (Sukardi, 2008:50).
Menurut Yusuf (2006 : 22), asas konseling kelompok adalah sebagai berikut:
1. Rahasia, yaitu menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan
2. Sukarela, yaitu menghendaki adanaya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti / menjalani layanan / kegiatan yang diperlukan baginya.
3. Terbuka, yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/ kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura – pura
4. Harmonis (normatif), yaitu menghendaki segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum, dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.
D. Unsur Konseling Kelompok
a. Karakteristik Konseli (Anggota Kelompok) (dikutip dari Lubis, 2009)
1) Klien yang merasa bahwa mereka perlu berbagai sesuatu dengan orang lain di mana mereka dapat membicarakan tentang kebimbangan, nilai hidup, dan masalah yang dihadapi.
2) Klien yang memerlukan dukungan dari teman senasib sehingga dapat saling mengerti.
3) Klien yang membutuhkan pengalaman dari orang lain untuk memahami dan memotivasi diri.
Menurut Mungin (1986: 26-27) Karateristik Konselor (Pemimpin Kelompok) yaitu:
1) Membantu kelompok menciptakan suasana persahabatan, dimana para anggota kelompok dapat mengadakan eksplorasi masalah dan menciptakan hubungan baik.
2) Memberikan bantuan, pengarahan atau campur tangan langsung terhadap kegiatan konseling kelompok.
3) Memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu baik perasaan anggota-anggota tertentu, maupun keseluruhan kelompok.
4) Bila kelompok itu tampaknya kurang menjurus kea rah yang dimaksudkan maka konselor perlu memberikan arah yang dimaksud.
5) Konselor perlu juga memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok.
6) Konselor harus mampu mengatur “lalu lintas” kegiatan kelompok, sebagai pemegang aturan permainan (wasit), pendamai, dan pendorong kerja sama serta suasana kebersamaan
7) Konselor harus menjaga agar dalam kelompok tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, merusak ataupun menyakiti anggota kelompok.
8) Mendorong hubungan antara anggota kelompok agar terjadi adanya saling menerima, memahami, membantu dan identifikasi diri.
9) Membantu anggota kelompok mengekpresikan perasaan-perasaan membantu memahami apa diekpresikan anggota kelompok.
Menurut Prayitno (2004: 4) Karakteristik Pemimpin kelompok yaitu:
1) Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan kenyamanan, menggembirakan, dan membahagiakan; serta mencapai tujuan bersama kelompok. Dalam suasana demikian itu, obyektifitas dan ketajaman analisis serta evaluasi kritis yang berorientasi nilai-nilai kebenaran dan moral dikembangkan melalui sikap dan cara-cara berkomunikasi yang jelas dan lugas tetapi santun dan bertatakrama, dengan bahasa yang baik dan benar.
2) Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasa yang tumbuh dalam aktifitas kelompok.
3) Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan nyaman, sabar dan member kesempatan, demokratik dan kompromistik (tidak antagonistic) dalam mengambil kesimpilan dan keputusan, tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin dan kerja keras.
E. Prosedur Konseling Kelompok
Dalam proses konseling kelompok ada tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian inti, dan bagian akhir (Mungin, 1986: 30-33),
1. Pendahuluan atau permulaan konseling kelompok:
Pada tahap pendahuluan atau permulaan konseling kelompok konselor hendaknya:
a. Menciptakan hubungan baik antara konselor dengan konseli dan antara konseli dengan konseli lainnya dalam kelompok.
b. Menjelaskan tujuan khusus pertemuan dalam konseling kelompok
c. Mengembangkan suasana therapeutic sampai para anggota kelompok merasa sesuai dan senang.
d. Menjelaskan bawa keikutsertaan dalam kelompok itu adalah sukarela.
e. Menjelaskan tentang apa-apa yang diharapkan dari para anggota, suasana khusus yang dapat terjadi dalam kelompok dan peranan serta cara-cara yang akan dilakukan oleh konselor.
f. Menjelaskan bahwa anggota kelompok bebas menanggapi hal-hal yang disampaikan atau menolak saran-saran yang diberikan anggota lain.
g. Menjelaskan bahwa hasil kegiatan kelompok tidak mengikat pada anggota kelompok dalam kehidupan mereka diluar kelompok.
h. Menjelaskan bahwa segala yang terjadi dan menjadi isi dariu kegiatan elompok sifatnya rahasia.
i. Menjelaskan bahwa anggota kelompok diharapkan untuk mengemukakan pendapat dan isi hatinya secara terbuka dan bebas.
j. Menjelaskan bahwa para anggota kelompok perlu mempunyai kesiapan untuk membebaskan diri pada rasa enggan dan sikap mempertahankan diri.
k. Menjelaskan bahwa para anggota kelompok perlu memiliki kesiapan untuk dapat menerima tanggapan yang mendalam dan lebih menyentuh tentang tingkah lakunya.
l. Menjelaskan bahawa para anggota kelompok perlu memiliki kesiapan untuk mendiskusikan tingkah laku yang secara sosial tidak dibenarkan.
m. Menjelaskan bahwa diperlukan adanya kesiapan anggotan kelompok untuk menyelesaikan masalahnya melalui kegiatan kelompok.
n. Menjelaskan bahwa diperlukan adanya keterlibatan secara sungguh-sungguh.
o. Mejelaskan bahwa diperlukan adanya kejujuran, kebersamaan, penerimaan dari masing-masing anggota kelompok.
p. Menjelaskan bahwa diperlukan adanya kejujuran, kebersamaan, penerimaan dari masing-masing anggota kelompok.
2. Inti Konseling Kelompok
a. Bila anggota kelompok telah memahami tentang tujuan dari konseling kelompok, serta hal-hal yang harus dilakukan oleh para anggota maa dengan sendirinya para anggota akan melakukan aktivitas. Konselor tidak perlu untuk mendesak seorang peserta untuk berbicara tentang masalahnya.
b. Salah seorang anggota mungkin akan memulai pembicaraan dan menceritakan masalahnya sendiri.
c. Konselor membantu mendorong interaksi dengan pertanyaan yang sederhana.
d. Beberapa anggota mulai mengadakan tanggapan lebih lanjut akan mengemukakan problemnya sendiri pada yang lain (kelompok).
e. Konselor secara terus menerus memelihara suasana yang permissive, mendorong relationship dalam kelompok sehingga memungkinkan masing-masing anggota kelompok secara bergantian akan mendorong dan merangsang satu dengan yang lainnya.
f. Konselor tidak boleh mendominasi kelompok tetapi juga tidak boleh sebagai penonton yang pasif. Konselor berpartisipasi secara aktif dengan jalan mendengarkan baik-baik, memahami dan menerima, pada saatnya menjelaskan atau mensintesiskan perasaanp-perasaan yang diekspresikan, membantu anggota mengekspresikan perasaan-perasaan, membantu kelompok memahami apa yang diekspresikan anggota.
g. Mendorong hubungan antara anggota dengan meliputi saling menerima, memahami, membantu, mengidentifikasi dan sebagainya.
h. Konselor terlibat dari isi yang di bicarakan dan terlibat dalam proses kegiatan itu sendiri.
3. Akhir Konseling Kelompok
a. Menyimpulkan hasil pertemuan kelompok
b. Menetapkan terhadap hasil yang telah diperoleh dalam pertemuan kelompok
c. Penilaian hasil upaya yang telah diperoleh
d. Menetapkan pertemuan berikutnya (bila dianggap masih perlu)
e. Menghentikan pertemuan atas kehendak bersama dengan tetap menjaga hubungan baik.
Corey dan Yalom (dikutip dari Latipun, 2001) tahapan dalam konseling kelompok ada 6 tahapan yaitu:
a. Tahap Prakonseling
1. Dianggap sebagai tahap persiapan pembentukan kelompok
2. Menyeleksi klien menurut pertimbangan homogenitas.
3. Menawarkan program yang dapat di jalankan untuk mencapai tujuan.
4. Menekankan ke konseli untuk ikut berpartisipasi dalam keanggotaanya di dalam kelompok
b. Tahap Permulaan
1. Pembentukan struktur kelompok
2. Kembali menegaskan tujuan yang harus dicapai dalam konseling kelompok.
3. Mengarahkan konseli untuk memperkenalkan diri mereka masing-masing.
c. Tahap Transisi
1. Menjelaskan masalah pribadi yang hendaknya dikemukakan oleh anggota kelompok
2. Konselor mengontrol dan mengarahkan anggota kelompok agar siap untuk masuk ke tahap selanjutnya.
d. Tahap Kerja
1. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan anggota kelompok
2. Konselor menjaga keterlibatan dan kebersamaan anggota kelompok secara aktif.
e. Tahap Akhir
1. Anggota kelompok mulai mencoba perilaku baru yang telah mereka pelajari dan dapatkan dari kelompok.
2. Masing-masing Anggota kelompok diharapkan melakukan umpan balik
3. Mengakhiri konseling kelompok.
f. Tahap Pasca-Konseling
1. Melakukan Evaluasi
Menurut Natawidjaja (2009 : 117) tahap – tahap konseling kelompok yaitu:
1. Tahap awal
Tahap awal konseling kelompok merupakan tahap memperkenalkan, melibatkan dan memasukkan anggota ke dalam kehidupan suatu kelompok. Menurut Yallom (dalam Natawidjaja, 2009 : 117), ada dua tugas yang dihadapkan kepada kelompok konseli yang baru dibentuk, yakni 1) menentukkan metode untuk mencapai tugas utamanya, yaitu mencapai tujuan anggota dan 2) memperhatikan hubungan sosialnya dalam kelompok untuk menciptakan tempat bagi mereka sendiri yang akan memberikan bantuan yang diperlukan untuk mencapai tugas utamanya serta juga sebgai kepuasaan tambahan dari kenikmatan sebagai konseli. Tugas utama dan tugas sosial suatu kelompok berbeda dengan kelompok lain.
2. Tahap Pertengahan
Konseling tahap pertengahan meliputi diskusi, saling berbagi pendapat dan pengalaman, dan memecahkan masalah atau mengerjakan tugas – tugas. Tahap pertengahan merupakan tahap inti dari kegiatan kelompok sehingga aspek – aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak. Dan masing – masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari konselor. Kegiatan tahap pertengahan mendpat alokasi waktu yang terbesar dalam keseluruhan kegiatan kelompok. Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dalam kelompok
3. Tahap Akhir
Periode tahap akhir merupakan tahap penutupan konseling kelompok. Bagi konselor kelompok, periode ini merupakan saat perlunya ia merangkum semua yang telah dilakukan pada fase terdahulu (tahap awal dan tahap pertengahan). Pada tahap inilah dilakukan review terhadapa pembahasan yang dilakukan sebelumnya.
F. Dinamika Kelompok dan Permainan Kelompok dalam Konseling Kelompok
Dinamika Kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak, yang berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok (Sukardi, 2008:68).
Permainan Kelompok adalah salah satu kegiatan untuk menimbulkan dinamika kelompok dalam kegiatan konseling kelompok. Syarat permainan kelompok:
1. Memberikan dinamika didalam kelompok.
2. Mampu mengintegrasikan kembali suasana kelompok
3. Memberikan keakraban antar anggota kelompok yang mulanya belum mengenal satu sama lain.
4. Mudah dipahami
Fungsi dari permainan kelompok itu sendiri yaitu, memberikan penyegaran pikiran kembali setelah serius melakukan kegiatan, membentuk dinamika kelompok, dan menambah keakraban anggota kelompok.
G. Pemimpin Kelompok dalam Konseling Kelompok
Konselor sebagai pemimpin kelompok merupakan salah satu komponen peting dalam konseling kelompok. Kepemimpinan kelompok dalam pelaksanaan konseling kelompok sangat penting maknanya. Pemimpin kelompok mempunyai pengaruh yang kuat dalam proses konseling kelompok, bukan saja harus mengarahkan perilaku anggota kelompok sesuai dengan kebutuhan, melainkan harus tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi dalam kelompoknya sebagai akibat dari perkembangan kegiatan kelompok itu. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan tugas, peranan dan fungsinya sebagai pemimpin kelompokk, kepribadian dan keterampilan konselor adalah sentral dalam proses terapeutik, maka semua model teoretis mencurahkan banyak perhatian pada pemimpin kelompok. (Mungin, 2005 : 107).
Pemimpin kelompok adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling professional. Sebagaimana untuk jenis layanan konseling lainnya, Konselor memiliki keterampilan khusus menyelenggarakan konseling kelompok. Dalam konseling kelompok tugas pemimpin kelompok adalah memimpin kelompok yang bernuansa layanan konseling melalui “bahasa” konseling untuk mencapai tujuan-tujuan konseling. Secara khusus, PK diwajibkan menghidupkan dinamika kelompok diantara semua peserta seintensitif mungkin yang mengarah kepada pencapaian tujuan-tujuan umum dan khusus. (Prayitno, 2004 : 4).
Seorang konselor sekolah memimpin suatu kelompok konseling sepenuhnya bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi dalam kelompok itu. Dalam hal ini konselir di institusi pendidikan tidak dapat bersikap lepas tangan dan menyerahkan tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompok sepenuhnya kepada para konseli sendiri. Ini berarti bahwa konselor baik dalam segi yang teoritis maupun segi yang praktis harus mampu bertindak sebagai ketua kelompok diskusi dan sebagai pengatur wawancarakonseling bersama. (Winkel, 2006 : 601).
H. Hasil Perubahan Anggota Kelompok
Konseli secara berangsuran-angsur akan mencobakan sikap ide-idenya yang baik didalam kelompok. Penerimaan dan pengalaman dari perubahan-perubahan sikap yang dicobakan memperkuat motivasi untuk mengadakan perubahan-perubahan pada dirinya. Pengalaman yang diperoleh dalam kelompok akan meningkatkan ketrampilan berkomunikasi dengan orang lain dan akan berkembang hubungan antar pribadi yang secara sejati. Keberanian untuk mencoba memecahkan masalah-masalah pribadi dan konflik-konflik emosional akan dapat berkembang, dan dengan adanya penerimaan dan pengertian dari teman-teman dalam kelompok akan menghasilkan rasa aman rasa bersatu yang akan mendukung proses intropeksi dan ekspresi perasaan yang mendalam. Itu semua adalah merupakan potensi-potensi yang dimiliki konseling kelompok untuk perubahan yang terapeutik (Mungin, 1986: 32).